Rabu, 22 Mei 2013

Hak Reproduksi


 HAK UNTUK MENDAPATKAN INFORMASI DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

A.    KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI
1.      Definisi Kesehatan Reproduksi
a.       Definisi Sehat (WHO)
Keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh.  Jadi sehat berarti bukan sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga kondisi psikis dan sosial yang mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-tingginya, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui dunia internasional
b.      Definisi Kesehatan Reproduksi
Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.
Menurut BKKBN, (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan
Menurut ICPD (1994) kesehatan reproduksi adalah sebagai hasil akhir keadaan sehat sejahtera secara fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang terkait dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi.
Menurut Drs. Syaifuddin kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan dimana suatu kegiatan organ kelamin laki-laki dan perempuan yang khususnya testis menghasilkan spermatozoid dan ovarium menghasilkan sel kelamin perempuan.
 Menurut Ida Bagus Gde Manuaba, 1998 kesehatan reproduksi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko apapun (Well Health Mother Baby) dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal.
Menurut WHO kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.
Menurut Depkes RI, 2000 kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah..
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial,yang berkaitan dengan alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan demikian kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum menikah dan sesudah menikah.
2.      Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan. Secara lebih luas, ruang lingkup kespro meliputi :
a.    Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b.    Keluarga Berencana
c.    Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), termasuk PMS-HIV / AIDS
d.   Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi
e.    Kesehatan Reproduksi Remaja
f.     Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
g.    Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
h.    Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia, fistula dll.
Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya. Masa-masa tersebut meliputi:
a.    ibu hamil dan konsepsi
b.     Bayi dan anak
c.     Remaja
d.    Usia subur
e.    Usia lanjut
B.     HAK KESEHATAN REPRODUKSI
1.      Definisi Hak Kesehatan Reproduksi
Hak Reproduksi adalah hak-hak dasar setiap pasangan maupun individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab memutuskan jumlah, jarak kelahiran, dan waktu untuk memiliki anak dan mendapatkan informasi serta cara melakukannya, termasuk hak untuk mendapatkan standar tertinggi kesehatan reproduksi dan juga kesehatan seksual (ICPD, Kairo 1994).
Sedangkan menurut Depkes RI hak reproduksi perorangan adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama, dll) untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga, dan masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta penentuan waktu kelahiran anak dan akan melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang diakui di dunia internasional (Depkes RI, 2002).
2.      Prinsip Dasar Kesehatan Dalam Hak Seksual dan Reproduksi
a.       Bodily integrity, hak atas tubuh sendiri, tidak hanya terbebas dari siksaan dan kejahatan fisik, juga untuk menikmati potensi tubuh mereka bagi kesehatan, kelahiran dan kenikmatan seks aman.
b.      Personhood, mengacu pada hak wanita untuk diperlakukan sebagai aktor dan pengambilan keputusan dalam masalah seksual dan reproduksi dan sebagai subyek dalam kebijakan terkait.
c.       Equality, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan antar perempuan itu sendiri, bukan hanya dalam hal menghentikan diskriminasi gender, ras, dan kelas melainkan juga menjamin adanya keadilan sosial dan kondisi yang menguntungkan bagi perempuan, misalnya akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi.
d.      Diversity, penghargaan terhadap tata nilai, kebutuhan, dan prioritas yang dimiliki oleh para wanita dan yang didefinisikan sendiri oleh wanita sesuai dengan keberadaannya sebagai pribadi dan anggota masyarakat tertentu.
e.       Ruang lingkup kesehatan reproduksi sangat luas yang mengacakup berbagai aspek, tidak hanya aspek biologis dan permasalahannya bukan hanya bersifat klinis, akan tetapi non klinis dan memasuki aspek ekonomi, politik, dan sosial-budaya. Oleh karena aitu diintroduksi pendekatan interdisipliner (meminjam pendekatan psikologi, antropologi, sosiologi, ilmu kebijakan, hukum dan sebagainya) dan ingin dipadukan secara integratif sebagai pendekatan transdisiplin.
3.      Hak-hak Reproduksi menurut ICPD
a.       Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
b.      Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
c.       Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
d.       Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan
e.        Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
f.       Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya
g.      Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual
h.      Hak mendapatkan manfaat kemajuan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
i.        Hak atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya
j.        Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
k.      Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi
l.        Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
4.      Hak-hak reproduksi menurut Piagam IPPF/PKBI
a.       Hak untuk hidup
b.      Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan
c.        Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi
d.      Hak privasi
e.       Hak kebebasan berpikir
f.       Hak atas informasi dan edukasi
g.      Hak memilih untuk menikah atau tidak serta untuk membentuk dan merencanakan sebuah keluarga
h.      Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan punya anak
i.        Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan
j.        Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
k.      Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik
l.        Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan 

5.      Hak Asasi Manusia Terkait dengan Kesehatan
a.       Deklarasi Universal HAM 1948
Hak kebebasan mencari jodoh dan membentuk keluarga, perkawinan harus dilaksanakan atas dasar suka sama suka (Pasal 16). Hak kebebasan atas kualitas hidup untuk jaminan kesehatan dan keadaan yang baik untuk dirinya dan keluarganaya (Pasal 25).
b.      UU No. 7 Tahun 1984 (Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita: Jaminan persaman hak ats jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk usaha perlinduangan terhadap fungsi melanjutkan keturunan (Pasal 11 ayat 1f). Jaminan hak efektif untuk bekerja tanpa dikriminasi atas dasar perkwainan atau kehamilan (Pasal 11 ayat 2).
c.       Penghapusan diskriminasi di bidang pemeliharaan kesehatan dan jaminan pelayanan kesehatan termasuk pelayanana KB (Pasal 12).
d.      Jaminan hak kebebasan wanita pedesaan untuk memperoleh fasilitas pemeliharaan kesehatan yang memadai, termasuk penerangan, penyuluhan dan pelayanan KB (Pasal 14 ayat 2 b).
e.       Penghapusan diskriminasi yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persaman antara pria dan wanita (pasal 16 ayat 1).
f.       UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
Setiap orang berhak membentuk suatua kelauarga dan melanjutkan keturunan melalui pekawianana yang sah (Pasal 10). Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 11). Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 30). Serta hak wanita dalam UU HAM sebagai hak asasi manusia (Pasal 45).
g.      Tap No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 2). Hak atas pemenuhan kebutuhan dasar auntuk tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 3). Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin (Pasal 27). Dalam pemenuhan hak asasi manusia, laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama (Pasal 39).
h.      Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan/profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita (Pasal 49 ayat 2).
i.        Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum (Pasal 49 ayat 3).
j.        Hak dan tanggungjawab yang sama antara isteri dan suaminya dalam ikatan perkawainan (Pasal 51).
6.      Pentingnya wanita mendapatkan hak reproduksi dan akses pelayanan kesehatan
Hak Reproduksi maupun akses untuk mendapatkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi  adalah penting, sehingga perempuan dapat:
a.         Mempunyai pengalaman dalam kehidupan seksual yang sehat, terbebas dari penyakit, kekerasan, ketidakmampuan, ketakutan, kesakitan, atau kematian yang berhubungan dengan reproduksi dan seksualitas
b.         Mengatur kehamilannya secara aman dan efektif sesuai dengan keinginannya, menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan, dan menjaga kehamilan sampai waktu persalinan
c.         Mendorong dan membesarkan anak-anak yang sehat seperti juga ketika mereka menginginkan kesehatan bagi dirinya sendiri.
C.    INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI
Pentingnya Informasi Kesehatan Reproduksi untuk remaja antara lain:
a.       Meningkatkan kesadaran dan pemahaman remaja maupun orang
dewasa mengenai pentingnya kesehatan remaja (KRR)
b.       Mempersiapkan remaja menghadapi dan melewati masa pubertas yang cukup berat
c.       Melindungi anak dan remaja dari berbagai resiko kesehatan reproduksi
terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/ AIDS serta
kehamilan tak diharapkan
d.      Membuka akses pada informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi
remaja melalui sekolah maupun luar sekolah
D.    PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI
1.      Pengertian Pendidikan Kesehatan Reproduksi (Pendidikan Seks)
Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan, kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal.
2.      Pentingnya Pendidikan Kespro
Anak-anak dan remaja rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Jika tidak mendapatkan pendidikan seks yang sepatutnya, mereka akan termakan mitos-mitos tentang seks yang tidak benar. Informasi tentang seks sebaiknya didapatkan langsung dari orang tua yang memiliki perhatian khusus terhadap anak-anak mereka.
Beberapa hal pentingnya pendidikan seks:
a.       Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja
b.      Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksual
c.       Memahami masalah-masalah seksualitas remaja
d.      Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah seksualitas.
3.      Tahapan Pemberian Pendidikan Kespro
Berikut ini tahapan usia dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sejak usia dini :
a.  Balita (1-5 tahun), pada usia ini penamaan pendidikan seks cukup mudah dilakukan yaitu hanya perlu mengenalkan kepada anak tentang organ reproduksi yang dimiliki secara singkat. Dapat dilakukan ketika memandikan si anak dengan memberitahu organ yang dimilikinya, namun jangan memberikan pembelajaran ketelanjangan karena biasanya ada orang tua yang memandikan anaknya bersamaan ketika sedang mandi juga. Pada usia ini juga perlu ditandaskan tentang sikap asertif yaitu berani berkata tidak kepada orang lain yang akan berlaku tidak senonoh
b. Usia 3 – 10 tahun, pada usia ini, biasanya mulai aktif bertanya tentang seks. Misalnya anak akan bertanya dari mana ia berasal. Atau pertanyaan umum mengenai asal-usul bayi. Jawab yang sederhana dan terus terang.
c. Usia menjelang remaja
Saat anak semakin berkembang, mulai saatnya diterangkan mengenai menstruasi, mimpi basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seseorang remaja. Kita bisa menerangkan bahwa si gadis kecil akan mengalami perubahan bentuk payudara, atau terangkan akan adanya tumbuh bulu-bulu di sekitar alat kelaminnya.
d. Usia Remaja
Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual. Kita perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik kepadanya. Berikan penjelasan mengenai kerugian seks bebas seperti penyakit yang ditularkan dan akibat-akibat secara emosi.
Demikian beberapa metode yang dapat dilakukan dalam memberikan pendidikan seks pada anak. Menurut penelitian, pendidikan seks sejak dini akan menghindari kehamilan di luar pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi remaja dan saat dewasa kelak. Tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga. Karena anak perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orangtuanya, bukan dari orang lain tentang seks
E. ICPD (International Conference on Population and Development)
International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 mengartikan pendekatan untuk memperoleh hak-hak akan kesehatan reproduksi remaja secara luas.
1994 adalah hak remaja untuk memperoleh informasi dan pelayanan reproduksi termasuk juga mendapatkan konseling yang benar. Berikut adalah hak-hak yang tercantum dalam ICPD Cairo 1994 : 
1.    Hak mendapat informasi dan pendidikan    kesehatan reproduksi
2.      Hak mendapat pelayanan dan kesehatan  reproduksi
3.    Hak untuk kebebasan berfikir dan  membuat keputusan tentang kesehatan  reproduksinya.
4.    Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak
5.    Hak untuk hidup dan terbebas dari resiko  kematian karena kehamilan, kelahiran  karena masalah jender.
6.    Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi
7.     Hak untuk bebas dari penganiayan dan perlakuan buruk yang menyangkut  kesehatan reproduksi
8.    Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi
9.    Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam reproduksisnya
10.          Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
11.          Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik yang bernuansa kesehatan reproduksi
12.          Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi.

Hasil-hasil ICPD secara khusus menunjukkan perlunya para orang tua dan orang dewasa lainnya  sesuai dengan kapasitasnya, untuk melakukan bimbingan mengenai hal ini kepada remaja untuk mengetahui hak-hak mereka terhadap informasi dan pelayanan KRR. Program Aksi yang diangkat dalam ICPD meminta pemerintah untuk secara bersungguh-sungguh mengatasi segala rintangan mengenai pelayanan kesehatan reproduksi remaja dan untuk menganjurkan para providers (petugas) agar lebih terbuka terhadap klien remajanya. Tujuan yang jelas dari ICPD adalah untuk mendorong suatu "tingkah laku seksual dan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab, termasuk mengendalikan diri secara sadar" di antara kaum remaja dan untuk mengurangi angka kehamilan pada masa muda (remaja). Pada tahun 1995, para delegasi Konferensi Wanita Dunia juga telah menegaskan kembali tujuan dari ICPD tersebut. Kebutuhan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) selanjutnya ditekankan melalui tinjauan lima tahunan ICPD pada tahun 1999.
F. Problematika Remaja Akibat Kurangnya Informasi Kesehatan Reproduksi

Pengertian Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya: hak mendapatkan pengajaran, hak mengeluarkan pendapat. Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.
Masa remaja merupakan periode yang rentan terhadap pergaulan dan dunia yang baru. Secara kodrati dan psikologi, remaja membutuhkan pendampingan dari orang tua maupun guru ketika berada di sekolah. Orang tua maupun guru harus memberikan informasi yang memuaskan dan tepat kepada para remaja khususnya mengenai masalah reproduksi. Pertumbuhan remaja akan disertai dengan perkembangan reproduksinya. Pada masa ini, mereka akan mencari tahu dan penasaran dengan perubahan yang dialami baik fisik maupun mental. Kurangnya pendampingan akan menjadikan mereka salah dalam memahami maupun menggunakan organ reproduksinya. Kita ketahui bersama perkembangan teknologi sangat pesat dan konsumsi tertinggi adalah pada masa remaja. Jadi tidak heran jika remaja merupakan sasaran yang empuk, karena pada masa itu, para remaja merasa ingin tahu dengan hal-hal yang baru. Menurut Undang-undang remaja juga memiliki hak untuk memperoleh informasi mengenai kesehatan reproduksi. Tujuannya adalah agar remaja mampu dan berhasil melalui masa remajanya dengan baik. Masa depan bangsa ada di tangan remaja. Merekalah para remaja yang memiliki energi yang besar untuk berkarya. Karena itu mereka harus mendapatkan informasi yang cukup mengenai kesehatan reproduksinya. Karena keberhasilannya menjaga kesehatan saat ini akan menentukan kesehatannya di masa yang akan datang.
Masa remaja adalah masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa itu remaja sering diliputi oleh banyak ketidaktahuan tentang perkembangan dirinya yang dapat me-nimbulkan problematika tersendiri. Problematika yang banyak dihadapi oleh remaja tidak lain bersumber pada kurangnya informasi tentang perubahan dalam dirinya terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Secara khusus kesehatan reproduksi memang tidak dipelajari di sekolah seba-gai bagian dari kurikulum. Sedangkan di rumah dan di lingkungan, juga tidak banyak informasi ter-buka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara benar. Dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994, telah dirumuskan hak-hak reproduksi yang berlaku bagi setiap manusia tanpa pandang bulu, dan sebagai konsekuensinya, remaja juga mempunyai hak reproduksi sebagaimana yang lain. Belum terpenuhinya hak-hak re­produksi itu mengakibatkan timbulnya masalah dan bahkan petaka (kematian) bagi remaja. Untuk terwujudnya masa depan generasi penerus, maka pemenuhan hak-hak reproduksi remaja tidak dapat ditunda-tunda lagi. Apalagi hasil konferensi ICPD dan MDG’s, mengharapkan di akhir tahun 2015 nanti, minimal 90 persen dari seluruh jumlah remaja sudah harus mendapatkan informasi tentang ke­sehatan reproduksi dan seksual serta hak-hak yang menyertainya. Kalau memang negara komitmen dengan Goals itu, maka negara juga harus memfasilitasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak de-mi tercapainya tujuan itu. Agar Goals itu dapat tercapai maka harus diupayakan beberapa tindakan. Pertama, melakukan peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi yang ditun-jang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), dan dilakukan secara proaktif melalui pendidikan formal maupun non formal. Kedua, dalam lingkup kebijakan, pemerintah, para akademisi, organisasi non pemerintah dan masyarakat, harus sepakat untuk tidak mengabaikan hak-hak remaja sehingga masalah ketidaktahuan akan kesehatan reproduksi, aborsi, kehamilan tak dike-hendaki, anemia, angka kematian ibu, dan lain sebagainya dapat dikurangi. Ketiga, penelitian ten­tang kesehatan reproduksi remaja harus lebih banyak dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan remaja dan mengimplementasi undang-undang kesehatan reproduksi yang seharusnya menjadi hak remaja. Keempat, dalam lingkup yang lebih praktis, harus mengadakan pelatihan dan kaderisasi ber­kaitan dengan pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi remaja, dan mulai memasukkan agenda kesehatan reproduksi remaja dan melaksanakannya di setiap bidang pelayanan kesehatan di Indonesia.
UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan tentang Kesehatan Reproduksi pada Bagian Keenam pasal 71 sampai dengan pasal 77. Pada pasal 71 ayat 3 mengamanatkan bahwa kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Setiap orang (termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan (pasal 72).  Oleh sebab itu Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana (pasal 73). Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan (pasal 74). Setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali yang memenuhi syarat tertentu (pasal 75 dan 76). Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 77)
Banyak pula kebijakan regional yang memperhatikan upaya kesehatan reproduksi remaja terutama kesehatan reproduksi wanita seperti Pendidikan Kesehatan seksual dan reproduksi  (Sri Lanka), Young Inspirers (India), Youth Advisory Centre (Malaysia), Development and Family Life Education for Youth (Filipina). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar