PRINSIP
YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
A. Pengetahuan Mengenai Kesehatan
Reproduksi Yang Harus Dimiliki Oleh Remaja
1. Perkembangan
Fisik, Kejiwaan dan Kematangan Seksual Remaja
Pembekalan
pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan
kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi
berbagai keadaan yang membingungkannya. Informasi tentang haid dan mimpi basah,
serta tentang alat reproduksi remaja laki-laki dan wanita perlu diperoleh
setiap remaja.
Pada
umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian
informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal
ini tentunya akan membuat para orang tua merasa khawatir. Untuk itu perlu
diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks, pendidikan seks berusaha
menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif
tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa sseks
adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu
remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga
mereka dapat menghindarinya (Widyastuti, 2009).
2. Pergaulan
yang Sehat antara Remaja Laki-Laki dan Perempuan serta Kewaspadaan Terhadap
Masalah Remaja yang Banyak Ditemukan.
Remaja
memerlukan informasi tentang pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan
perempuan serta kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan agar
selalu waspada dan berperilaku reproduksi sehat dalam bergaul dengan lawan
jenisnya. Disamping itu remaja memerlukan pembekalan tentang kiat-kiat unntuk
mempertahankan diri secara fisik maupun psikis dan mental dalam menghadapi
godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual dan penggunaan napza (Widyastuti, 2009).
3. Masalah
Gender Spesifik
Ketidaksejajaran
gender dapat menimbulkan implikasi-implikasi yang jelas baik bagi kesejahteraan
fisik maupun psikososial para remaja. Remaja menghadapi kekuatan-kekuatan
sosial, budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pengalaman seksual mereka dan
kemampuan untuk mengadopsi perilaku preventif.
Perbedaan
yang berdasarkan gender dan standar ganda dapat menghambat kesempatan perempuan
untuk memperoleh pendidikan serta di bidang ekonomi. Generasi muda terutama
anak perempuan rentan terhadap kekerasan seksual, hubungan seksual yang
dipaksakan dan hubungan dengan kekuatan yang tidak seimbang, mereka mungkin
harus membuktikan kesuburan mereka dan berisiko terkena mutilasi genital
perempuan. Dalam beberapa budaya perilaku pria lebih ditoleransi dan bahkan
kadang didukung. Karena sikap gender ini telah terbukti tidak dapat dipisahkan
dalam banyak upaya kesehatan reproduksi remaja (Martaadisoebrata,
2011).
4. Proses
Reproduksi yang Bertanggung Jawab
Manusia
secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri
seksualnya dan menyalurkannya menjadi kegiatan yang positif, seperti olah raga
dan mengembangkan hobi yang membangun. Penyaluran yang berupa hubungan seksual
dilakukan setelah berkeluarga, untuk melanjutkan keturunan (Widyastuti, 2009).
5. Persiapan
Pra Nikah
Informasi
tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin siap secara mental dan
emosional dalam memasuki kehidupan berkeluarga (Widyastuti, 2009).
6. Pernikahan
Pada Masa Remaja
Remaja
perlu mendapat informasi tentang hal ini, sebagai persiapan bagi remaja pria
dan wanita dalam memasuki kehidupan berkeluarga di masa depan (Widyastuti,
2009).
Berdasarkan
hasil survei di 45 negara, lebih dari60% remaja putri yang aktif secara seksual
telah menikah. Mayoritas remaja putri di negara berkembang menikah pada usia 20
tahun dan seringkali ditekan oleh keluarga serta masyarakat untuk segera
memiliki anak pertama setelah menikah.
Para
remaja yang telah menikah ini umumnya tidak memiliki pengetahuan lebih mengenai
penyakit reproduksi jika dibandingkan dengan remaja yang belum menikah.
Terlebih lagi akibat dari pemaparan mereka terhadap hubungan seksual yang
menigkat serta ketidakmatangan fisiologis mereka, remaja yang telah menikah
menghadapi resiko kesehatan reproduksi yang lebih besar, termasuk kehamilan
yang tidak dikehemdaki atau kehamilan dengan penjadwalan yang tidak baik. Resiko
kematian dan morbiditas maternal lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebaya
mereka yang belum menikah. Selain itu para remaja putri yang telah menikah juga
mengalammi resiko terkena HIV dan infeksi pada saluran reproduksi yang lebih
tinggi meskipun mereka hanya memiliki satu pasangan. Kesetiaan suami ydan
pemakaian kondom menentukan apakah remaja putri terlindung atau tidak.
(Martaadisoebrata,
2011).
7. Kehamilan
Dini Dan Kehamilan Yang Tidak Di Inginkan
Banyak
remaja aktif secara seksual meskipun bukan karena pilihan mereka sendiri.
Setiap tahun sekitar 15 juta remaja melahirkan anak. Proses persalinan selalu
memiliki potensi resiko kesehatan, tetapi resiko melahirkan pada remaja menjadi
lebih besar terutama bagi wanita yang berusia dibawah 17 tahun. Remaja pada
usia ini lebih mungkin mengalami persalinan terhambat (partus macet),
persalinan memanjang dan persalinan sulit yang dapat mengakibatkan komplikasi
jangka panjang. Perempuan muda seringkali memiliki pengetahuan terbatas atau
kurang percaya diri untuk mengakses sistem pelayanan kesehatan sehingga
mengakibatkan pelayanan prenatal yang terbatas berperan penting terhadap
terjadinya komplikasi.
Kehamilan
dini mungkin akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah memiliki
keharusan sosial untuk membuktikan kesuburan mereka, namun remaja tetap
menghadapi resiko kesehatan sehubungan dengan kehamilan dini dengan tidak
memandang status perkawinan mereka. Kehamilan yang terjadi sebelum remaja
berkembang secar penuh juga dapat memberikan resiko terhadap bayi termasuk
cedera pada saat persalinan, BBLR dan kemungkinan bertahan hidup lebih rendah
pada bayi tersebut.
Di
negara berkembang, hampir 60% kehamilan dan persalinan pada remaja baik yang
sudah menikah ataupun yang belum menikah tidak dilakukan dengan pertolongan.
Persalinan yang tidak direncanakan dapat mengarah pada stress emosional dan
kesulitan ekonomi. Jika remaja putri tersebut belum menikah, ia mungkin harus
menghadapi sikap tidak setuju dari masyarakat. Para siswa yang hamil di negara
berkembang seringkali mencari cara untuk melakukan aborsi untuk menghindari
kemungkinan dikeluarkan dari sekolah. Di negara-negara dimana aborsi adalah
ilegal atau dibatasi oleh ketentuan usia, para wanita muda ini mungkin akan
mencari penolong ilegal yang mungkin tidak terampil atau berpraktik di bawah
kondisi-kondisi yang tidak bersih. Aborsi yang tidak aman menempati proporsi
tinggi dalam kematian ibu di antara para remaja.
Selain
penurunan resiko kesehatan pada kehamilan dini dan kehamilan yang tidak
dikehendaki, penundaan persalinan pada remaja akan menguntungkan bagi wanita
dan masyarakat disekitarnya. Para wanita muda yang menunda kelahiran anak
pertama mereka hingga sampai mereka melewati masa remajanya memiliki kesempatan
yang lebih besar untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan yang diperlukan
untuk membangun suatu keluarga dan berkompetisi secara berhasil di lapangan
kerja. Peningkatan pendidikan berhubungan erat dengan penundaan usia perkawinan
dan kehamilan wanita muda sehingga mereka baru melakukannya setelah melewati masa
remaja mereka (Martaadisoebrata, 2011).
8. Kontrasepsi
Bagi Remaja
Para
remaja memiliki hak untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat mengenai
kontrasepsi termasuk pemakaian yang benar, efek samping dan bagaimana cara
menjangkau petugas pelayanan kesehatan untuk menjawab kekhawatiran mereka.
Remaja umumnya sehat dan belum terpengaruh oleh masalah orang dewasa seperti
tekanan darah tinggi atau penyakit kronis lainnya, sehingga mereka dapat
memilih menggunakan kontrasepsi jenis apapun, meskipun kondom seringkali
merupakan pilihan pertama bagi para remaja yang belum menikah.
Konseling
yang sesuai sangat penting ubntuk membantu remaja menangani atau menyisihkan
potensi efek samping. Konseling harus mengungkapkan aspek pencegahan kehamilan
sekaligus perlindungan terhadap PMS (Martaadisoebrata, 2011).
9. HIV
Dan PMS Di Kalangan Remaja
Menurut
WHO, 333 juta kasus baru PMS terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan
setidaknya 111 juta dari kasus ini terjadi pada mereka yang berusia di bawah 25
tahun. Hampir setengah dari infeksi HIV secara keseluruhan terjadi pada pria
dan wanita dengan usia dibawah 25 tahun, dan di banyak negara berkembang data
menunjukkan bahwa 60% dari semua infeksi HIV baru terjadi pada kellompok usia
15-24 tahun. Resiko infeksi pada wanita lebih tinggi dibandingn pria dengan
rasio 2 berbanding 1.
Salah
satu penelitian di Tanzania memperlihatkan bahwa wanita muda memiliki
kemungkinan terinfeksi HIV lebih dari 4 kali dibandingkan pria muda meskipun wanita
tidak berpengalaman seksual dan memiliki pasangan seksual yang jauh lebih
sedikit dibandigkan dengan pria sebayanya.
Para
remaja berisiko terkena HIV dan PMS karena berbagai alasan seperti
(Martaadisoebrata, 2011):
a. Kurangnya
pengetahuan mengenai PMS termasuk HIV
b. Tidak
menganggap dirinya beresiko terkena penyakit tersebut
c. Kurangnya
akses terhadap kondom atau pemakaian kondom yang tidak konsisten
d. Meningkatnya
jumlah pasangan seksual sehingga mengarah pada meningkatnya resiko terpapar
penyakit tersebut
e. Faktor
biologis (epitelium serviks perempuan muda lebih rentan terhadap infeksi)
f. Faktor
ekonomi (remaja mungkin tinggal atau bekerja di jalan dan berpartisipasi dalam
“seks untuk kelangsungan hidup” atau “transaksi seks”).
g. Faktor
sosial:
1) Terpaksa
masuk dalam hubungan seksual
2) Kurangnya
keterampilan atau kekuatan untuk menegosiasikan pemakaian kondom
3) Terbentur
dengan norma gender
4) Norma
budaya/ agama tentang seksualitas dan infertilitas.
h. Remaja
mungkin ragu-ragu atau tidak dapat mencari pengobatan untuk PMS atau HIV karena
khawatir keluarganya atau masyarakat tidak setuju.
i.
Tidak tahu bagaimana mengenali gejala
penyakit dan tidak sadar bahwa mereka mungkin telah terinfeksi.
B. Pemahaman Reproduksi Sehat
1. Definisi
Kesehatan Reproduksi
Suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem
reproduksi serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009).
2. Ruang
Lingkup Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Kehidupan
Secara
luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi (Widyastuti, 2009):
a. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
b. Pencegahan
dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISK) termasuk PMS dan HIV/AIDS.
c. Pencegahan
dan penanggulangan komplikasi aborsi.
d. Kesehatan
reproduksi remaja.
e. Pencegahan
dan penanganan infertilitas.
f. Kanker
pada usia lanjut dan osteoporosis.
g. Berbagai
aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi genital,
fistula, dll.
Penerapan
pelayanan kesehatan reproduksi oleh Departemen Kesehatan RI dilaksanakan secara
integratif memprioritaskan pada empat komponen kesehatan reproduksi yang
menjadi masalah pokok di Indonesia yang disebut paket Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu (Widyastuti, 2009):
a. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
b. Keluarga
berencana
c. Kesehatan
reproduksi remaja
d. Pencegahan
dan penanganan infeksi saluran reproduksi, termasuk HIV/AIDS.
Sedangkan pada Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Komprehensif (PRPK) terdiri dari PRKE ditambah dengan kesehatan
reproduksi usia lanjut.
3. Hak-Hak
Reproduksi
Hak-hak
re[roduksi menurut kesepakatan dalam Konferensi International Kependudukan dan
Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh,
baik kesehatan jasmani maupun rohani, meliputi (Widyastuti, 2009) :
a. Hak
mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reprouksi.
b. Hak
mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
c. Hak
kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reprouksi.
d. Hak
untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
e. Hak
untuk menentukan jumlah dan jarak kehamilan.
f. Hak
atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi.
g. Hak
bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.
h. Hak
mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi.
i.
Hak atas pelayanan dan kehidupan
reproduksinya.
j.
Hak untuk membangun dan merencanakan
keluarga.
k. Hak
untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi.
l.
Hak atas kebebasan berkumpul dan
berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reprouksi.
Sumber :
Widyastuti,
dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Fitramaya: Jakarta.
Martaadisoebrata,
dkk. 2011. Bunga Rampai Obstetri Dan
Ginekologi Sosial. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Pada
umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian
informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal
ini tentunya akan membuat para orang tua merasa khawatir. Untuk itu perlu
diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks, pendidikan seks berusaha
menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif
tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa sseks
adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu
remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga
mereka dapat menghindarinya (Widyastuti, 2009).
3. Masalah
Gender Spesifik
Perbedaan
yang berdasarkan gender dan standar ganda dapat menghambat kesempatan perempuan
untuk memperoleh pendidikan serta di bidang ekonomi. Generasi muda terutama
anak perempuan rentan terhadap kekerasan seksual, hubungan seksual yang
dipaksakan dan hubungan dengan kekuatan yang tidak seimbang, mereka mungkin
harus membuktikan kesuburan mereka dan berisiko terkena mutilasi genital
perempuan. Dalam beberapa budaya perilaku pria lebih ditoleransi dan bahkan
kadang didukung. Karena sikap gender ini telah terbukti tidak dapat dipisahkan
dalam banyak upaya kesehatan reproduksi remaja (Martaadisoebrata,
2011).
5. Persiapan
Pra Nikah
6. Pernikahan
Pada Masa Remaja
Berdasarkan
hasil survei di 45 negara, lebih dari60% remaja putri yang aktif secara seksual
telah menikah. Mayoritas remaja putri di negara berkembang menikah pada usia 20
tahun dan seringkali ditekan oleh keluarga serta masyarakat untuk segera
memiliki anak pertama setelah menikah.
Kehamilan
dini mungkin akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah memiliki
keharusan sosial untuk membuktikan kesuburan mereka, namun remaja tetap
menghadapi resiko kesehatan sehubungan dengan kehamilan dini dengan tidak
memandang status perkawinan mereka. Kehamilan yang terjadi sebelum remaja
berkembang secar penuh juga dapat memberikan resiko terhadap bayi termasuk
cedera pada saat persalinan, BBLR dan kemungkinan bertahan hidup lebih rendah
pada bayi tersebut.
Konseling
yang sesuai sangat penting ubntuk membantu remaja menangani atau menyisihkan
potensi efek samping. Konseling harus mengungkapkan aspek pencegahan kehamilan
sekaligus perlindungan terhadap PMS (Martaadisoebrata, 2011).
Salah
satu penelitian di Tanzania memperlihatkan bahwa wanita muda memiliki
kemungkinan terinfeksi HIV lebih dari 4 kali dibandingkan pria muda meskipun wanita
tidak berpengalaman seksual dan memiliki pasangan seksual yang jauh lebih
sedikit dibandigkan dengan pria sebayanya.
c. Kurangnya
akses terhadap kondom atau pemakaian kondom yang tidak konsisten
e. Faktor
biologis (epitelium serviks perempuan muda lebih rentan terhadap infeksi)
g. Faktor
sosial:
2) Kurangnya
keterampilan atau kekuatan untuk menegosiasikan pemakaian kondom
4) Norma
budaya/ agama tentang seksualitas dan infertilitas.
i.
Tidak tahu bagaimana mengenali gejala
penyakit dan tidak sadar bahwa mereka mungkin telah terinfeksi.
2. Ruang
Lingkup Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Kehidupan
a. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
c. Pencegahan
dan penanggulangan komplikasi aborsi.
e. Pencegahan
dan penanganan infertilitas.
g. Berbagai
aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi genital,
fistula, dll.
a. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
c. Kesehatan
reproduksi remaja
Sedangkan pada Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Komprehensif (PRPK) terdiri dari PRKE ditambah dengan kesehatan
reproduksi usia lanjut.
a. Hak
mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reprouksi.
c. Hak
kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reprouksi.
e. Hak
untuk menentukan jumlah dan jarak kehamilan.
g. Hak
bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.
i.
Hak atas pelayanan dan kehidupan
reproduksinya.
k. Hak
untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar