PRINSIP-PRINSIP
DALAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
A.
Konsep Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja
adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan
dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki (soetjiningsih, 2004). Remaja adalah
periode perubahan dari masa anak-anak dan masa dewasa (10-24 tahun) (ICPD,
1994). Menurut
undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang
belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Menurut WHO, remaja bila anak telah
mencapai umur 10-18 tahun. (Soetjiningsih, 2004).
2. Perubahan Fisik Pada Remaja
a.
Tanda seks primer
Tanda seks primer merupakan tanda yang menunjukkan
alat kelamin. Pada wanita Alat
kelamin wanita bagian luar terdiri dari:
a)
Bibir luar (labia
mayora)
b)
Labia minor
(labia minora)
c)
Klitoris, yaitu bagian
penuh dengan ujung-ujung syaraf sehinngga sangat peka terhadap
rangsangan/sentuhan. Sentuhan-sentuhan pada klitoris dapat menyebabkan
terjadinya orgasme (puncak kenikmatan seksual) pada wanita.
d)
Uretra (liang
saluran seni)
e)
Liang senggama
(vagina) berfungsi sebagai jalan keluar haid, jalan masuk penis dalam senggama,
dan jalan keluar bayi waktu melahirkan.
Alat kelamin wanita bagian
dalam terdiri dari:
a)
Hymen (selaput
dara)
b)
Mulut rahim
(serviks) yang menghubungkan vagina dengan rahim
c)
Rahim (uterus),
yaitu jaringan sebesar telur ayam, tetapi punya kemampuan melar yang sangat
besar sekali dalam mengandung bayi.
d)
Saluran telur
(tuba palopii) disebelah kanan dan kiri rahim
e)
Indung telur
(ovarium) yang menghasilkan hormone-hormon estrogen, progesterone dan sel telur
Pada laki-laki Alat kelamin pria terdiri dari:
a)
Testis
menghasilkan hormon-hormon testosterone dan androgen dan spermatozoa diproduksi
dalam jumlah ratusan juta.
b)
Saluran deferens
(vas deferens), yaitu yang menghubungkan testis dengan kelenjar prostat.
c)
Kelenjar prostat
yaitu tempat penyimpanan spermatozoa untuk sementara.
d)
Saluran kencing
(uretra), yaitu tempat keluarnya air mani dalam keadaan penis berereksi
(Sarwono, 2010)
b.
Tanda seks sekunder
Tanda-tanda seks sekunder
merupakan tanda-tanda badaniah yang membedakan pria dan wanita. Pada wanita
bisa ditandai antara lain: pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi,
anggota badan menjadi panjang), pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan
lurus berwarna gelap dikemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan setiap
tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting, haid, dan tumbuh bulu- bulu ketiak.
Pada laki-laki bisa ditandai
dengan pertumbuhan tulang-tulang, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan
berwarna gelap, awal perubahan suara, bulu kemaluan menjadi keriting, tumbuh
rambut-rambut halus diwajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, rambut-rambut
diwajah bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu didada (Sarwono, 2010).
3. Perubahan Psikologi Pada Remaja
a. Perubahan psikologis pada remaja wanita
1) Pasif dan menerima
2) Cenderung menerima perlindungan
3) Minatnya tertuju pada hal yang sifatnya emosional dan
konkrit
4) Berusaha mengikuti dan mengenang orang lain
5) Sifatnya subyektif
b. Perubahan psikologis pada remaja laki-laki
1) Aktif memberi
2) Cenderung memberikan perlindungan
3) Minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat interaktual
abstrak
4) Berusaha memutuskan sendiri dan ikut bicara
5) Sifatnya obyektif
B.
Teori Kebutuhan Maslow
Urutan hirarki kebutuhan menurut Maslow
tersebut adalah lima yaitu sebagai berikut :
1.
Kebutuhan Fisiologis.
Termasuk di
dalamnya segala kebutuhan yang sangat diperlukan untuk dapat bertahan hidup
seperti makan, minum, tidur, dsb. Kebutuhan fisiologis ini tidak bisa diabaikan
untuk jangka waktu lama, jadi harus segera dipenuhi.
2.
Kebutuhan akan Rasa Aman.
Yaitu kebutuhan
akan perlindungan terhadap bahaya, ancaman, dan penderitaan. Baik keamanan
dalam arti fisik maupun keamanan mental (seperti jaminan hari tua).
3.
Kebutuhan Sosial.
Yaitu kebutuhan
untuk bersosialisasi atau berafiliasi dengan orang lain. Misalnya kebutuhan
untuk diterima dalam sebuah lingkungan, kebutuhan rasa cinta, persahabatan,
kontak sosial, dll.
4.
Kebutuhan akan Rasa Keakuan. (Penghargaan atas Kemampuan Diri).
Kebutuhan ini bisa
berkaitan dengan rasa percaya diri, kompetensi, kemampuan pengetahuan, bisa
pula berupa reputasi (status, prestige, dikenal orang, penghargaan
atau rasa hormat dari orang lain).
5.
Kebutuhan Aktualisasi Diri.
Yaitu untuk
merealisir potensi diri dan untuk mengembangkan diri secara berkelanjutan,
serta untuk menjadi dirinya sendiri.
Dalam proses perkembangan remaja sering terjadi berbagai masalah. Masalah
tersebut dikarenakan remaja tidak sesuai atau tidak memahami kebutuhan dasar
dalam konsep hierarki maslow. Penyimpangan perilaku dari remaja terjadi karena
menyalahgunakan kebutuhan yang ada pada diri mereka. Dan belum mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Keadaan tersebut menunjukkan betapa remaja membutuhkan bantuan guna
menyelesaikan permasalahan-permasalahan khususnya masalah reproduksi yang
dihadapinya. Sehingga mereka membutuhkan pendampingan dan pelayanan konseling
kesehatan reproduksi remaja khususnya dalam menghadapi kondisi yang labil.
Guna mencegah masalah-masalah perkembangan remaja dapat dilakukan melaluai
upaya berupa pemberian pendidikan kesehatan, melibatkan dalam hal sosial dan
kegitan yang bermanfaat. Pendidikan kesehatan disini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan pemahaman dan kesadaran mereka tentang pentingnya
kesehatan reproduksi, sehingga mereka memiliki sikap dan perilaku yang
bertanggung jawa terhadap diri sendiri, keluarga asyarakat dan lingkungannya.
C.
Pengetahuan
Mengenai Kesehatan Reproduksi Yang Harus Dimiliki Oleh Remaja
1. Perkembangan
Fisik, Kejiwaan dan Kematangan Seksual Remaja
Pembekalan
pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan
kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi
berbagai keadaan yang membingungkannya. Informasi tentang haid dan mimpi basah,
serta tentang alat reproduksi remaja laki-laki dan wanita perlu diperoleh
setiap remaja (Widyastuti, 2009).
Pada
umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian
informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal
ini tentunya akan membuat para orang tua merasa khawatir. Untuk itu perlu
diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks, pendidikan seks berusaha
menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang
seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa sseks adalah
sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga
dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka
dapat menghindarinya (Widyastuti, 2009).
2. Pergaulan
yang Sehat antara Remaja Laki-Laki dan Perempuan serta Kewaspadaan Terhadap
Masalah Remaja yang Banyak Ditemukan.
Remaja
memerlukan informasi tentang pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan
perempuan serta kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan agar
selalu waspada dan berperilaku reproduksi sehat dalam bergaul dengan lawan
jenisnya. Disamping itu remaja memerlukan pembekalan tentang kiat-kiat unntuk
mempertahankan diri secara fisik maupun psikis dan mental dalam menghadapi
godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual dan penggunaan napza (Widyastuti, 2009).
3. Masalah
Gender Spesifik
Ketidaksejajaran
gender dapat menimbulkan implikasi-implikasi yang jelas baik bagi kesejahteraan
fisik maupun psikososial para remaja. Remaja menghadapi kekuatan-kekuatan
sosial, budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pengalaman seksual mereka dan
kemampuan untuk mengadopsi perilaku preventif (Martaadisoebrata, 2011).
Perbedaan
yang berdasarkan gender dan standar ganda dapat menghambat kesempatan perempuan
untuk memperoleh pendidikan serta di bidang ekonomi. Generasi muda terutama
anak perempuan rentan terhadap kekerasan seksual, hubungan seksual yang
dipaksakan dan hubungan dengan kekuatan yang tidak seimbang, mereka mungkin
harus membuktikan kesuburan mereka dan berisiko terkena mutilasi genital
perempuan. Dalam beberapa budaya perilaku pria lebih ditoleransi dan bahkan
kadang didukung. Karena sikap gender ini telah terbukti tidak dapat dipisahkan
dalam banyak upaya kesehatan reproduksi remaja (Martaadisoebrata, 2011).
4. Proses
Reproduksi yang Bertanggung Jawab
Manusia
secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri
seksualnya dan menyalurkannya menjadi kegiatan yang positif, seperti olah raga
dan mengembangkan hobi yang membangun. Penyaluran yang berupa hubungan seksual
dilakukan setelah berkeluarga, untuk melanjutkan keturunan (Widyastuti, 2009).
5. Persiapan
Pra Nikah
Informasi tentang hal ini diperlukan
agar calon pengantin siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan
berkeluarga (Widyastuti, 2009).
6. Pernikahan
Pada Masa Remaja
Remaja perlu mendapat informasi tentang
hal ini, sebagai persiapan bagi remaja pria dan wanita dalam memasuki kehidupan
berkeluarga di masa depan (Widyastuti, 2009).
Berdasarkan
hasil survei di 45 negara, lebih dari60% remaja putri yang aktif secara seksual
telah menikah. Mayoritas remaja putri di negara berkembang menikah pada usia 20
tahun dan seringkali ditekan oleh keluarga serta masyarakat untuk segera
memiliki anak pertama setelah menikah (Martaadisoebrata, 2011).
Para
remaja yang telah menikah ini umumnya tidak memiliki pengetahuan lebih mengenai
penyakit reproduksi jika dibandingkan dengan remaja yang belum menikah.
Terlebih lagi akibat dari pemaparan mereka terhadap hubungan seksual yang
menigkat serta ketidakmatangan fisiologis mereka, remaja yang telah menikah
menghadapi resiko kesehatan reproduksi yang lebih besar, termasuk kehamilan
yang tidak dikehemdaki atau kehamilan dengan penjadwalan yang tidak baik.
Resiko kematian dan morbiditas maternal lebih tinggi dibandingkan dengan teman
sebaya mereka yang belum menikah. Selain itu para remaja putri yang telah
menikah juga mengalammi resiko terkena HIV dan infeksi pada saluran reproduksi
yang lebih tinggi meskipun mereka hanya memiliki satu pasangan. Kesetiaan suami
ydan pemakaian kondom menentukan apakah remaja putri terlindung atau tidak (Martaadisoebrata,
2011).
7. Kehamilan
Dini Dan Kehamilan Yang Tidak Di Inginkan
Banyak
remaja aktif secara seksual meskipun bukan karena pilihan mereka sendiri.
Setiap tahun sekitar 15 juta remaja melahirkan anak. Proses persalinan selalu
memiliki potensi resiko kesehatan, tetapi resiko melahirkan pada remaja menjadi
lebih besar terutama bagi wanita yang berusia dibawah 17 tahun. Remaja pada
usia ini lebih mungkin mengalami persalinan terhambat (partus macet),
persalinan memanjang dan persalinan sulit yang dapat mengakibatkan komplikasi
jangka panjang. Perempuan muda seringkali memiliki pengetahuan terbatas atau
kurang percaya diri untuk mengakses sistem pelayanan kesehatan sehingga
mengakibatkan pelayanan prenatal yang terbatas berperan penting terhadap
terjadinya komplikasi (Martaadisoebrata, 2011).
Kehamilan
dini mungkin akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah memiliki
keharusan sosial untuk membuktikan kesuburan mereka, namun remaja tetap
menghadapi resiko kesehatan sehubungan dengan kehamilan dini dengan tidak
memandang status perkawinan mereka. Kehamilan yang terjadi sebelum remaja berkembang
secar penuh juga dapat memberikan resiko terhadap bayi termasuk cedera pada
saat persalinan, BBLR dan kemungkinan bertahan hidup lebih rendah pada bayi
tersebut (Martaadisoebrata, 2011).
Di
negara berkembang, hampir 60% kehamilan dan persalinan pada remaja baik yang
sudah menikah ataupun yang belum menikah tidak dilakukan dengan pertolongan.
Persalinan yang tidak direncanakan dapat mengarah pada stress emosional dan
kesulitan ekonomi. Jika remaja putri tersebut belum menikah, ia mungkin harus
menghadapi sikap tidak setuju dari masyarakat. Para siswa yang hamil di negara
berkembang seringkali mencari cara untuk melakukan aborsi untuk menghindari
kemungkinan dikeluarkan dari sekolah. Di negara-negara dimana aborsi adalah
ilegal atau dibatasi oleh ketentuan usia, para wanita muda ini mungkin akan
mencari penolong ilegal yang mungkin tidak terampil atau berpraktik di bawah
kondisi-kondisi yang tidak bersih. Aborsi yang tidak aman menempati proporsi
tinggi dalam kematian ibu di antara para remaja (Martaadisoebrata, 2011).
Selain penurunan resiko kesehatan pada
kehamilan dini dan kehamilan yang tidak dikehendaki, penundaan persalinan pada
remaja akan menguntungkan bagi wanita dan masyarakat disekitarnya. Para wanita
muda yang menunda kelahiran anak pertama mereka hingga sampai mereka melewati
masa remajanya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh pendidikan
dan keterampilan yang diperlukan untuk membangun suatu keluarga dan
berkompetisi secara berhasil di lapangan kerja. Peningkatan pendidikan berhubungan
erat dengan penundaan usia perkawinan dan kehamilan wanita muda sehingga mereka
baru melakukannya setelah melewati masa remaja mereka (Martaadisoebrata, 2011).
8. Kontrasepsi
Bagi Remaja
Para remaja memiliki hak untuk memperoleh
informasi yang jelas dan akurat mengenai kontrasepsi termasuk pemakaian yang
benar, efek samping dan bagaimana cara menjangkau petugas pelayanan kesehatan
untuk menjawab kekhawatiran mereka. Remaja umumnya sehat dan belum terpengaruh
oleh masalah orang dewasa seperti tekanan darah tinggi atau penyakit kronis
lainnya, sehingga mereka dapat memilih menggunakan kontrasepsi jenis apapun,
meskipun kondom seringkali merupakan pilihan pertama bagi para remaja yang
belum menikah (Martaadisoebrata, 2011).
Konseling
yang sesuai sangat penting ubntuk membantu remaja menangani atau menyisihkan
potensi efek samping. Konseling harus mengungkapkan aspek pencegahan kehamilan
sekaligus perlindungan terhadap PMS (Martaadisoebrata, 2011).
9. HIV
dan PMS di Kalangan Remaja
Menurut
WHO, 333 juta kasus baru PMS terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan
setidaknya 111 juta dari kasus ini terjadi pada mereka yang berusia di bawah 25
tahun. Hampir setengah dari infeksi HIV secara keseluruhan terjadi pada pria
dan wanita dengan usia dibawah 25 tahun, dan di banyak negara berkembang data
menunjukkan bahwa 60% dari semua infeksi HIV baru terjadi pada kellompok usia
15-24 tahun. Resiko infeksi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria dengan
rasio 2 berbanding 1 (Martaadisoebrata, 2011).
Salah satu penelitian di Tanzania
memperlihatkan bahwa wanita muda memiliki kemungkinan terinfeksi HIV lebih dari
4 kali dibandingkan pria muda meskipun wanita tidak berpengalaman seksual dan
memiliki pasangan seksual yang jauh lebih sedikit dibandigkan dengan pria
sebayanya (Martaadisoebrata, 2011).
Para
remaja berisiko terkena HIV dan PMS karena berbagai alasan seperti :
a. Kurangnya
pengetahuan mengenai PMS termasuk HIV
b. Tidak
menganggap dirinya beresiko terkena penyakit tersebut
c. Kurangnya
akses terhadap kondom atau pemakaian kondom yang tidak konsisten
d. Meningkatnya
jumlah pasangan seksual sehingga mengarah pada meningkatnya resiko terpapar
penyakit tersebut
e. Faktor
biologis (epitelium serviks perempuan muda lebih rentan terhadap infeksi)
f. Faktor
ekonomi (remaja mungkin tinggal atau bekerja di jalan dan berpartisipasi dalam
“seks untuk kelangsungan hidup” atau “transaksi seks”).
g. Faktor
sosial:
1) Terpaksa
masuk dalam hubungan seksual
2) Kurangnya
keterampilan atau kekuatan untuk menegosiasikan pemakaian kondom
3) Terbentur
dengan norma gender
4) Norma
budaya/ agama tentang seksualitas dan infertilitas.
h. Remaja
mungkin ragu-ragu atau tidak dapat mencari pengobatan untuk PMS atau HIV karena
khawatir keluarganya atau masyarakat tidak setuju.
i. Tidak
tahu bagaimana mengenali gejala penyakit dan tidak sadar bahwa mereka mungkin
telah terinfeksi.
(Martaadisoebrata,
2011)
D.
Pemahaman
Reproduksi Sehat
1. Definisi
Kesehatan Reproduksi
Suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem
reproduksi serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009).
2. Ruang
Lingkup Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Kehidupan
Secara luas, ruang lingkup kesehatan
reproduksi meliputi:
a. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
b. Pencegahan
dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISK) termasuk PMS dan HIV/AIDS.
c. Pencegahan
dan penanggulangan komplikasi aborsi.
d. Kesehatan
reproduksi remaja.
e. Pencegahan
dan penanganan infertilitas.
f. Kanker
pada usia lanjut dan osteoporosis.
g. Berbagai
aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi genital,
fistula, dll.
(Widyastuti,
2009)
Penerapan
pelayanan kesehatan reproduksi oleh Departemen Kesehatan RI dilaksanakan secara
integratif memprioritaskan pada empat komponen kesehatan reproduksi yang
menjadi masalah pokok di Indonesia yang disebut paket Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu :
a. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
b. Keluarga
berencana
c. Kesehatan
reproduksi remaja
d. Pencegahan
dan penanganan infeksi saluran reproduksi, termasuk HIV/AIDS.
Sedangkan pada
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PRPK) terdiri dari PRKE ditambah
dengan kesehatan reproduksi usia lanjut (Widyastuti, 2009).
3. Hak-Hak
Reproduksi
Hak-hak
reproduksi menurut kesepakatan dalam Konferensi International Kependudukan dan
Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh,
baik kesehatan jasmani maupun rohani, meliputi
:
a. Hak
mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reprouksi.
b. Hak
mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
c. Hak
kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reprouksi.
d. Hak
untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
e. Hak
untuk menentukan jumlah dan jarak kehamilan.
f. Hak
atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi.
g. Hak
bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan dan pelecehan seksual.
h. Hak
mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi.
i. Hak
atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya.
j. Hak
untuk membangun dan merencanakan keluarga.
k. Hak
untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi.
l. Hak
atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi.
(Widyastuti,
2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar